Mesti Sadar bahwa Belajar
Agama itu Penting
Baik selaku orang tua dan anak, kita
mesti sadar bahwa mempelajari ilmu agama itu amat penting.
Kita bisa jadi terjerumus dalam
syirik karena tidak tahu bahwa jimat, rajah, dan azimat termasuk kesyirikan
karena adanya ketergantungan hati pada selain Allah pada sebab yang tidak
terbukti dengan dalil dan bukti eksperimen. Rasul shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
مَنْ
عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa yang menggantungkan
tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik” (HR. Ahmad, shahih).
Kita pun bisa berwudhu dengan tidak
sempurna ketika tidak tahu bagaimanakah wudhu yang diajarkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wudhu yang tidak sempurna
akan merembet pada shalat yang jadi bermasalah. Lihatlah di antara ancaman bagi
orang yang tidak berwudhu sempurna seperti yang tumitnya tidak terbasahi air,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَيْلٌ
لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
“Celakalah tumit-tumit (yang
tidak terbasahi wudhu) dari (ancaman) neraka.” (Muttafaqun ‘alaih)
Begitu pula shalat yang tidak beres
seperti terlalu ‘ngebut’ (alias: cepat), akhirnya menjadikan shalat
tidak sah karena tidak adanya thuma’ninah. Dari Zaid bin Wahb, ia
berkata bahwa Hudzaifah pernah melihat seseorang yang tidak sempurna ruku’ dan
sujudnya. Hudzaifah lantas berkata,
مَا
صَلَّيْتَ ، وَلَوْ مُتَّ مُتَّ عَلَى غَيْرِ الْفِطْرَةِ الَّتِى فَطَرَ اللَّهُ
مُحَمَّدًا – صلى الله عليه وسلم –
“Engkau tidaklah shalat.
Seandainya engkau mati, maka engkau mati tidak di atas fitroh yang Allah
fitrohkan pada Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Bukhari).
Shalat orang yang ngebut-ngebutan, inilah yang dikatakan oleh Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagai orang yang mencuri dalam shalatnya.
Disebutkan dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
أَسْوَأَ النَّاسِ سَرِقَةً ، الَّذِي يَسْرِقُ صَلاَتَهُ ، قَالُوا : يَا رَسُولَ
اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُهَا ؟ قَالَ : لاَ يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلاَ سُجُودَهَا.
“Sejelek-jelek manusia adalah
pencuri yaitu yang mencuri shalatnya.” Para sahabat lantas bertanya pada
Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka
bisa dikatakan mencuri shalatnya?” “Yaitu mereka yang tidak menyempurnakan
ruku’ dan sujudnya”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR.
Ahmad,hasan). Sayang seribu sayang, hanya sedikit yang tahu kalau thuma’ninah (bersikap
tenang dalam shalat, tidak cepat-cepat) merupakan bagian dari rukun shalat yang
jika tidak terpenuhi akan membuat shalat menjadi batal.
Fenomena lain, sebagian pria begitu
bangga dapat berhias diri dengan emas. Ketika ditanya kenapa menggunakan emas,
malah dijawab, “Apa salahnya menggunakan emas? Emas itu sah-sah saja untuk
cowok.” Padahal telah disebutkan dengan tegas dalam hadits Abu Musa,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُحِلَّ
الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهَا
“Emas dan sutra dihalalkan bagi
para wanita dari ummatku, namun diharamkan bagi para pria.” (HR. An Nasai
dan Ahmad, shahih). Kenapa emas hanya boleh untuk wanita? Jawabnya,
karena wanita lebih butuh berhias dibanding pria.
Pemuda yang lebih kenal agama tentu
lebih patuh dan berbakti pada orang tua dibanding pemuda yang sering
ugal-ugalan.
Ini semua di antara akibat dari
tidak paham agama. Kita selaku seorang muslim mesti paham akan agama kita
sendiri yang kita butuhkan setiap harinya. Kita seharusnya bukan hanya sekedar
mengekor orang-orang atau membangun ibadah bukan di atas pijakan dalil atau
sekedar mengekor budaya non muslim. Seorang muslim mesti belajar sehingga
keadaan dirinya bisa jadi lurus dan berada dalam tuntunan yang benar dalam
beragama. Ingatlah bahwa Rasul kita –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah
bersabda,
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu adalah kewajiban
setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah, shahih)
Ilmu agama yang terpenting kita
pelajari adalah berbagai ilmu yang wajib, itu yang utama dan mesti didahulukan.Yaitu
dengan ilmu ini seseorang tidak sampai meninggalkan kewajiban dan menerjang
yang haram. Ini berarti kita punya kewajiban mempelajari akidah yang benar,
tauhid yang tidak ternodai syirik, cara wudhu, shalat dan ibadah lainnya sesuai
yang Rasul kita ajarkan, dan seterusnya.
Berilmu Sebelum Beramal
Selaku seorang muslim, kita dituntut
untuk berilmu sebelum beramal. Di antara dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
فَاعْلَمْ
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
“Maka ilmuilah (ketahuilah)!
Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah
ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19). Ucapan istigfar termasuk amalan.
Dalam ayat ini kita diperintahkan berilmu dahulu, lalu beramal. Berdasarkan
dalil ini, Imam Bukhari berkata, “Al ilmu qoblal qoul wal ‘amal, artinya
ilmu sebelum berkata dan beramal.” Ibnul Munir berkata, “Yang dimaksud
perkataan Bukhari adalah ilmu merupakan syarat sah perkataan dan amalan. Jadi
ucapan dan amalan tidaklah dianggap kecuali didahului ilmu.” (Fathul Bari, 1:
160).
Dari sini tidak tepat kebiasaan
sebagian kita yang sudah beramal, lantas berkata, “Amalanku sudah sesuai ajaran
Rasul atau belum yah?” Seharusnya yang ia lakukan sebelum beramal adalah
belajar dan kaji amalan itu terlebih dahulu. Jika ada tuntunan dari Rasul –shallallahu
‘alaihi wa sallam– barulah dilaksanakan.
Belajar Agama Menuai
Berbagai Kemuliaan
Jika seseorang mau duduk di majelis
ilmu, maka sungguh ia akan menggapai banyak kemuliaan.
Orang yang menuntut ilmu berarti telah
mendapatkan warisan para nabi karena para nabi tidaklah mewariskan harta maupun
uang, yang mereka wariskan adalah ilmu agama. Sebagaimana disebutkan dalam
hadits,
إِنَّ
الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا
الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya para Nabi tidak
mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang
mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.” (HR.
Abu Daud dan Tirmidzi,shahih)
Yang lain dari itu, ilmu bisa kekal
sedangkan harta bisa binasa. Ketika ilmu terus dimanfaatkan oleh orang lain,
maka pahalanya akan terus mengalir meskipun si pemilik ilmu telah tiada, baik
ilmu tadi berupa ceramah agama atau berupa tulisan. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia,
maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu
yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim no. 1631)
Orang yang belajar agama, merekalah
yang dikehendaki kebaikan sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
مَنْ
يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki
mendapatkan kebaikan, maka Allah membuatnya faqih (paham) agama.” (Muttafaqun
‘alaih). Ibnu ‘Umar berkata, “Faqih adalah orang yang zuhud di dunia selalu
mengharap akhirat.” (Syarh Ibnu Batthol).
Terakhir, menuntut ilmu agama adalah
jalan mudah menuju surga sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ
سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا
إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang menemuh jalan
menuntut ilmu agama, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim)
Tidak Ada Alasan untuk
Enggan Belajar
Kita sebagai seorang muslim jangan
sampai memiliki sifat yang hanya tahu seluk beluk ilmu dunia, namun lalai dari
ilmu agama. Walau kita seorang pelajar umum, kita punya kewajiban untuk belajar
agama. Begitu pula dengan seorang pekerja kantoran atau engineer punya
kewajiban yang sama. Meskipun sebagai direktur, atasan, dan gubernur sekalipun
masih punya kewajiban untuk mempelajari Islam lebih dalam, apalagi untuk
memahami ilmu Islam yang tidak bisa tidak wajib dipelajari. Janganlah kita
menjadi orang-orang sebagaimana yang disebutkan dalam ayat,
يَعْلَمُونَ
ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang
lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat
benar-benar lalai.” (QS. Ar Ruum: 7).
Sebenarnya tidak ada alasan untuk
enggan belajar agama. Jika memang kita sulit hadir di majelis ilmu karena
kesibukan, berbagai media saat ini telah memudahkan kita untuk belajar.
Luangkanlah waktu untuk memanfaatkan media-media tersebut. Banyak di antara
saudara kita yang telah menyusun buku, buletin, mading, atau tulisan yang
dikirim via email dan milis, dan itu semua bisa jadi sarana yang membantu untuk
belajar. Namun jika punya kesempatan, berusahalah meluangkan waktu untuk
belajar langsung dari seorang guru karena ilmu yang diserap akan lebih baik dan
mudah dipahami.
Tidak ada kata terlambat untuk
belajar karena banyak ulama yang baru belajar ketika usia di atas 40-an. Dan
jangan menunda-nunda waktu karena entar sore atau esok pagi, kita tidak tahu
apakah Allah masih memberikan kita kesempatan untuk berada di dunia ini. BACA JUGA YANG TERKAIT DENGAN ARTIKEL INI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar