Foto: Enggran Eko Budianto
https://l.facebook.com/l.php?u=https%3A%2F%2Fm.detik.com%2Fnews%2Fberita-jawa-timur%2Fd-3798953%2Fmiris-2-tahun-pelajar-mi-bahrul-ulum-belajar-di-ruang-kelas-kritis%3Futm_source%3Dfacebook%26utm_campaign%3Ddetikcomsocmed%26utm_medium%3Dbtn%26utm_content%3Dnews&h=ATMgn6q-jhYFBHEuS8J5O3mG_UDFJP4K33NDuk49Q2RfT-vUvWb0J-GFFz82aKb04RWM9DryCa2DwNm9IBdZsOos3ScIqujF_yVSDePbiGXKanhC2-ArIOtV7CnronxQ4P41K01JfbyXAIUG80Ov45dB6E8cZtdF_KPZiK07gIa_Ju9aYuk4t3ZmL8TS4oO-uO2xUKKpBEBhb1UuzGMued9j_mpCQDUNTMlIw4eS7zQGWGV3qb9IR_Qm99j2hYJYkI6vkcB7T8FQ06a2MhjQKncF39KPCPVqU77929JUN_uKX08
Miris! 2 Tahun Pelajar MI Bahrul Ulum Belajar di Ruang Kelas Kritis
Mojokerto -
Selama 2 tahun, pelajar Madrasah Ibtidaiyah (MI) Bahrul Ulum di
Dusun/Desa Purworejo, Pungging, Mojokerto, terpaksa belajar di ruang
kelas yang atapnya kritis. Perasaan takut tertimpa atap dan plafon yang
rapuh pun setiap saat menghantui anak-anak ini.
Tangan-tangan mungil itu sibuk menggoreskan pensil di buku tulis masing-masing. Sementara guru mereka secara perlahan mendikte materi pelajaran IPA kepada para siswa kelas IV ini. Sesekali kepala bocah-bocah ini mendongak ke atas untuk melihat plafon ruang kelas mereka.
Pandangan mata anak-anak ini penuh kewaspadaan. Betapa tidak, plafon di atas kepala mereka dalam kondisi rapuh dimakan rayap. Bahkan sebagian plafon sudah ambrol sehingga nampak lubang 4x2 meter persis di atas kepala siswa. Hanya dua batang bambu yang menopang kayu kuda-kuda agar atap tak ikut ambruk.
"Saya takut atapnya ambruk," kata Muhammad Ulinnuha (10), siswa kelas IV MI Bahrul Ulum kepada detikcom di lokasi, Kamis (4/1/2018).
Tak lama berselang, tapat pukul 12.00 WIB, lantunan ayat suci Alquran berkumandang melalui corong di sekolah ini. Para siswa kelas IV pun bergegas keluar begitu mendengar panggilan untuk menunaikan salat Duhur itu. Mereka bergabung dengan siswa kelas lainnya untuk mengambil wudlu dan berkumpul di aula sekolah tempat salat akan digelar secara berjamaah.
"Kami ingin ruang kelas kami segera diperbaiki supaya layak. Karena ini sudah dua tahun," kata Muhmmad Jefri (10), yang juga siswa kelas IV di madrasah yang dinaungi Yayasan Abdul Kholiq ini.
Tak hanya ruangan kelas IV, atap perpustakaan dan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) MI Bahrul Ulum juga dalam kondisi kritis. Hampir separuh plafon perpustakaan sudah ambrol.
Rak-rak yang penuh dengan buku nampak kotor oleh debu nampak kalau ruangan ini jarang dijamah manusia. Sementara plafon UKS sudah runtuh total menyisakan kayu-kayu yang bergelantungan.
"Kerusakan terjadi sudah dua tahun, penyangga bambu sudah ganti tiga kali. Anak-anak selama ini terpaksa belajar di bawah bangunan yang rusak," ungkap Kepala MI Bahrul Ulum Fathur Rohman.
Selain dimakan rayap, lanjut Fathur, kritisnya atap ruang kelas di sekolahnya akibat dimakan usia. Betapa tidak, menurut dia sejak dibangun tahun 1990 silam, gedung sekolah ini belum sekalipun tersentuh perbaikan.
Terdapat 6 ruang kelas, perpustakaan, ruangan kepala sekolah dan guru, musala, aula dan UKS di sekolah swasta ini. Seluruhnya berumur sekitar 27 tahun.
Hanya ruang kelas I dan II yang atapnya tampak kokoh. Atap kedua ruangan itu lebih dulu ambruk pada Oktober 2017. Perbaikan dilakukan secara swadaya dengan mengumpulkan iuran dari para orang tua siswa dan berhutang di toko bangunan. Sementara atap ruangan lain dalam kondisi kritis.
"Kerusakan semua pada plafon dan atap. Kalau dilihat dari luar, nampak atap sudah bergelombang, tanda kalau kerangkanya sudah rapuh," ujarnya.
Fathur mengaku tak tega melihat anak didiknya harus belajar di bawah bangunan yang kritis. Tak hanya rasa takut yang terus menghantui anak-anak, para orang tua siswa juga kerap protes atas kondisi ini. Namun, menurut dia tak ada pilihan tempat lain untuk menampung peserta didiknya.
"Karena keterbatasan ruangan kami memberanikan diri (membiarkan anak-anak belajar di dalam ruang kelas yang rusak), tapi kami tetap waspada. Seminggu atau dua minggu ke depan kegiatan belajar mengajar anak kelas IV akan kami pindahkan ke musala kampung," terangnya.
Kondisi ini tak membuat Fathur berpangku tangan. Sejak tahun 2015 hingga 2017, setidaknya sudah 3 kali proposal bantuan renovasi dia ajukan ke Kantor Kemenag Kabupaten Mojokerto.
Bahkan menurut dia, pengawas sekolah di tingkat kecamatan juga beberapa kali datang meninjau. Namun, perbaikan tak kunjung dilakukan.
"Selain itu kami juga pernah mengajukan proposal ke desa, katanya tak ada alokasi untuk madrasah. Pernah juga mengajukan bantuan ke pabrik pakan ternak untuk CSR, tapi katanya ini tanggung jawab Kemenag," jelasnya.
MI Bahrul Ulum, tambah Fathur, saat ini mempunyai 186 siswa. Jumlah siswa di masing-masing kelas tak merata. Seperti kelas IV hanya berisi 24 siswa, sedangkan kelas III dan V ditempati 41 siswa.
Tangan-tangan mungil itu sibuk menggoreskan pensil di buku tulis masing-masing. Sementara guru mereka secara perlahan mendikte materi pelajaran IPA kepada para siswa kelas IV ini. Sesekali kepala bocah-bocah ini mendongak ke atas untuk melihat plafon ruang kelas mereka.
Pandangan mata anak-anak ini penuh kewaspadaan. Betapa tidak, plafon di atas kepala mereka dalam kondisi rapuh dimakan rayap. Bahkan sebagian plafon sudah ambrol sehingga nampak lubang 4x2 meter persis di atas kepala siswa. Hanya dua batang bambu yang menopang kayu kuda-kuda agar atap tak ikut ambruk.
"Saya takut atapnya ambruk," kata Muhammad Ulinnuha (10), siswa kelas IV MI Bahrul Ulum kepada detikcom di lokasi, Kamis (4/1/2018).
Tak lama berselang, tapat pukul 12.00 WIB, lantunan ayat suci Alquran berkumandang melalui corong di sekolah ini. Para siswa kelas IV pun bergegas keluar begitu mendengar panggilan untuk menunaikan salat Duhur itu. Mereka bergabung dengan siswa kelas lainnya untuk mengambil wudlu dan berkumpul di aula sekolah tempat salat akan digelar secara berjamaah.
"Kami ingin ruang kelas kami segera diperbaiki supaya layak. Karena ini sudah dua tahun," kata Muhmmad Jefri (10), yang juga siswa kelas IV di madrasah yang dinaungi Yayasan Abdul Kholiq ini.
Tak hanya ruangan kelas IV, atap perpustakaan dan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) MI Bahrul Ulum juga dalam kondisi kritis. Hampir separuh plafon perpustakaan sudah ambrol.
Rak-rak yang penuh dengan buku nampak kotor oleh debu nampak kalau ruangan ini jarang dijamah manusia. Sementara plafon UKS sudah runtuh total menyisakan kayu-kayu yang bergelantungan.
"Kerusakan terjadi sudah dua tahun, penyangga bambu sudah ganti tiga kali. Anak-anak selama ini terpaksa belajar di bawah bangunan yang rusak," ungkap Kepala MI Bahrul Ulum Fathur Rohman.
Selain dimakan rayap, lanjut Fathur, kritisnya atap ruang kelas di sekolahnya akibat dimakan usia. Betapa tidak, menurut dia sejak dibangun tahun 1990 silam, gedung sekolah ini belum sekalipun tersentuh perbaikan.
Terdapat 6 ruang kelas, perpustakaan, ruangan kepala sekolah dan guru, musala, aula dan UKS di sekolah swasta ini. Seluruhnya berumur sekitar 27 tahun.
Hanya ruang kelas I dan II yang atapnya tampak kokoh. Atap kedua ruangan itu lebih dulu ambruk pada Oktober 2017. Perbaikan dilakukan secara swadaya dengan mengumpulkan iuran dari para orang tua siswa dan berhutang di toko bangunan. Sementara atap ruangan lain dalam kondisi kritis.
"Kerusakan semua pada plafon dan atap. Kalau dilihat dari luar, nampak atap sudah bergelombang, tanda kalau kerangkanya sudah rapuh," ujarnya.
Fathur mengaku tak tega melihat anak didiknya harus belajar di bawah bangunan yang kritis. Tak hanya rasa takut yang terus menghantui anak-anak, para orang tua siswa juga kerap protes atas kondisi ini. Namun, menurut dia tak ada pilihan tempat lain untuk menampung peserta didiknya.
"Karena keterbatasan ruangan kami memberanikan diri (membiarkan anak-anak belajar di dalam ruang kelas yang rusak), tapi kami tetap waspada. Seminggu atau dua minggu ke depan kegiatan belajar mengajar anak kelas IV akan kami pindahkan ke musala kampung," terangnya.
Kondisi ini tak membuat Fathur berpangku tangan. Sejak tahun 2015 hingga 2017, setidaknya sudah 3 kali proposal bantuan renovasi dia ajukan ke Kantor Kemenag Kabupaten Mojokerto.
Bahkan menurut dia, pengawas sekolah di tingkat kecamatan juga beberapa kali datang meninjau. Namun, perbaikan tak kunjung dilakukan.
"Selain itu kami juga pernah mengajukan proposal ke desa, katanya tak ada alokasi untuk madrasah. Pernah juga mengajukan bantuan ke pabrik pakan ternak untuk CSR, tapi katanya ini tanggung jawab Kemenag," jelasnya.
MI Bahrul Ulum, tambah Fathur, saat ini mempunyai 186 siswa. Jumlah siswa di masing-masing kelas tak merata. Seperti kelas IV hanya berisi 24 siswa, sedangkan kelas III dan V ditempati 41 siswa.
Kendati kondisi bangunan sekolah kurang layak, setiap anak bisa mengenyam pendidikan gratis lantaran tak ada iuran bulanan. Seragam gratis juga diberikan bagi peserta didik baru.
"Harapan kami segera ada bantuan dari pemerintah maupun swasta sehingga anak-anak kami bisa belajar dengan nyaman," tandasnya.
(fat/fat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar