Mengenai Saya

Foto saya
MIS BAHRUL ULUM PURWOREJO PUNGGING MOJOKERTO BERADA DI DAERAH PEGUNUNGAN TEPATNYA DI JALAN MOJOSARI TRAWAS KM 11DESA PURWOREJO RT/RW 12/02

BHIMA




Bhima menemukan jati diri

            Dikisahkan, Bhima disuruh Pandita Drona untuk mencari ‘Kayu Gung Susuhing Angin’ di puncak Gunung Reksamuka yang terkenal angker, akan tetapi tipu muslihat Shakuni yang memperalat Pandita Drona tersebut gagal untuk mencelakai Bima. Selanjutnya Bima diperintah lagi untuk mencari Tirta Perwita Suci di tengah Samudera Minangkalbu. Walaupun seluruh kerabat Bima mencegahnya dan memberi tahu bahwa perintah itu adalah bagian dari muslihat Shakuni untuk mencelakainya, namun karena Drona adalah Guru Bima yang sangat dihormati, maka Bima tetap akan melaksanakan perintah Gurunya.

Tuhan adalah “Sangkan Paraning Dumadi”, asal usul dan tujuan akhir makhluk. Leluhur kita menyebutnya “tan kena kinaya ngapa”,tak dapat disepertikan, Acintya. Perjalanan manusia menemukan Tuhannya digambarkan seperti perjalanan Bhima, satria Pandawa mencari Tirta Perwita Suci. Sebelum bertemu dengan Dewaruci, Bhima dalam hutan belantara dunia harus menaklukkan para raksasa keduniawian, dan di samudera kehidupan harus mengalahkan naga ganas ego yang membelitnya dengan kuat dan erat. Dengan kesungguhan hatinya, semua penghalang dapat diatasi dengan kuku pancanaka, pengendalian panca indera, dan Bhima bertemu dengan Dewaruci, wujud kembarannya yang kecil. Dewaruci meminta Bhima memasuki dirinya lewat telinganya. Pada awalnya Bima ragu-ragu, wujud dirinya besar sedang wujud Dewaruci kecil. Dewa Ruci mengatakan, besar mana antara diri Bhima dengan samudera dan jagad raya, karena seluruh jagad raya ini bisa masuk ke dalam dirinya.
Leluhur kita menggambarkan wadag, raga ini sebagai warangka, sarung keris, sedang ruh kita adalah curiga, kerisnya. Manusia hidup di alam ini disebut curiga manjing warangka, keris di dalam sarungnya. Setelah manusia sadar atas ketidaksempurnaan duniawi ini dan dapat melepaskan dari belitan naga ganas mind-ego dan yakin pada dirinya yang sejati, maka dia dapat memasuki dirinya yang sejati, seperti Bima yang memasuki Dewaruci. Di dalam diri Dewaruci ini ternyata sangat luas, alam pun berada pada dirinya. Leluhur kita menggambarkan peristiwa ini ibarat warangka manjing curiga, sarung keris masuk kedalam keris, kodok ngemuli lenge, katak menyelimuti liangnya, Manunggaling Kawula Gusti, bersatunya makhluk dengan Keberadaan. Selama ini manusia diibaratkan golek banyu apikulan warih, manusia mencari air sedangkan dia sendiri memikul air. Manusia tidak paham akan jati dirinya.

Kemudian Bhima diwejang oleh Sang Dewaruci. ”Hai Bhima, hidup ini tidak mudah. Ketahuilah ke mana arah tujuanmu. Dan bila engkau tidak tahu, bertanyalah kepada orang yang tahu. Banyak orang yang mengetahui sesuatu hanya karena ia menirukan apa yang dikatakan orang kepadanya. Demikian pula halnya orang belajar kepada Guru. Kalau belum tahu siapa sebenarnya sang Guru itu, maka murid akan sesat dalam menerima ajarannya. Setelah itu Bima diwejang tentang ‘ngelmu sangkan paraning dumadi’, Inti Ilmu Kehidupan, sehingga Bhima paham siapa sebenarnya yang memerintah dan siapa yang diperintah dalam diri Bhima sendiri.

Perintah Guru Drona itu sesungguhnya sanepan, simbolis untuk memahami Ilmu Kehidupan. Kayu Gung Susuhing Angin, pohon raksasa sarangnya angin di puncak Gunung Reksamuka, penguasa wajah. Artinya adalah batang hidung, sarang untuk bernapas yang terletak di wajah manusia sendiri, ‘reksamuka’. Tujuannya agar orang mengetahui bahwa napas itu adalah pokok hidup manusia. Bila napas berhenti maka itulah tandanya orang itu sudah mati. Bhima diminta melaksanakan meditasi.
Sedangkan Tirta Perwita Suci di tengah Samudera Minangkalbu adalah sumber kehidupan yang hanya bisa dikenali dengan bantuan kalbu. Makna yang disimbolkannya adalah, untuk mengenal sumber kehidupan hanya bisa dicapai dengan bantuan kalbu atau nurani kita sendiri.

Bhima sangat dihormati masyarakat Nusantara, Arca Kunto Bimo bahkan ditempatkan di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang sebagai tanda bahwa Raja pembangun Candi Borobudur yang beragama Buddha pun menghormati Bhima, idola masyarakat setempat. Arca Bimo atau Kunto Bimo digambarkan sebagai Bhima duduk bersila dengan sikap tangan dharmacakramudra. Ini isyarat pergerakan roda dharma. Bhima dalam perjalanan spiritualnya di Samudera Hindia menemukan jati dirinya setelah bertemu Dewaruci yang lidahnya berupa Acyntia, Yang Tak Dapat Diserupakan, kemudian dirinya digambarkan berada di dalam stupa dan telah mencapai ke-Buddha-an. Setiap ada kunjungan tamu negara, selalu ada acara merogoh stupa Kunto Bimo. Merogoh Kunto Bimo bahkan dianggap sebagai kepercayaan dalam tradisi setempat. Jika wanita berhasil menyentuh jempol kaki patung Buddha, atau pria menyentuh kelingking patung Buddha, maka keinginannya akan terkabul. 

            Kain poleng Bhima yang juga pernah dipakai Hanuman rupanya kini sudah menjadi bagian dari kehidupan religius umat Hindu di Bali. Makna filosofis saput poleng rwabhineda itu adalah dua sifat yang bertolak belakang, yakni hitam-putih, baik-buruk, utara-selatan, panjang-pendek, tinggi-rendah yang melambangkan ketegasan dalam ulah spiritual.

Seorang siswa spiritual yang baik hendaknya menerima seorang Guru sebagai utusan Gusti. Sesungguhnya Gusti mewujudkan diri-Nya sebagai seorang Guru demi memberikan bimbingan spiritual kepada sang murid. Bimbingan seorang Guru yang suci akan segera dapat meningkatkan kemajuan spiritual sang murid.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAHRUL ULUM PUNGGING

Supervisi Guru Klas I Bu Anis

MI bahrul ulum