MENCARI SARANG ANGIN
( SUSUHING ANGIN )
Terkesan dengan tulisan pak Budi Sarwono di milis Heart
Focus yang saya ikuti beberapa waktu yang lalu, saya ingin sharing juga dengan
semuanya di sini, siapa tau bisa mendapatkan pencerahan juga. Baiklah kita simak
tulisan pak Budi yang
juga alumni Heart Focus (Serial Quantum Ikhlas-nya pak
Nunu Sentanu) sbb:
Kalau Anda diminta oleh guru
spiritual Anda untuk mencari sarang angin, apa yang akan Anda kerjakan? Mungkin
Anda bingung, apa sih maksudnya? Lalu tidak mengerjakan apapun. Atau, mungkin
Anda pergi ke pantai atau gunung tinggi yang banyak anginnya, sama persis
ketika Bima Sena mendapat perintah untuk mencari Kayu Gung Susuhing Angin (
Kayu Besar tempat Angin bersarang) dari Resi Drona bapak gurunya. Bima si gagah
berani pergi ke lepas pantai, bahkan masuk hingga dasar laut demi mendapatkan
sarang angin. Berhasilkah Bima? Tidak. Karena sarang angin tidak berada dimana
mana.
Ada masa masa ketika manusia terjebak pada konotasi leksikal. Apa yang didengar diterjemahkan apa adanya, seturut kehendak logika. Padahal sarang angin yang dimaksud oleh para guru spiritual adalah pusat pernapasan, sesuatu yang sudah ada dan menyatu di dalam diri kita. Pusat pernapasan yang lebih banyak terlupakan dari pada diingat. Itulah yang diminta oleh para guru untuk ditemukan. Selanjutnya, tentu saja untuk digunakan.
Loh, sarang angin kok digunakan? Benar. Kalau kita ingin sukses, bahagia, sehat lahir batin, pintar pintarlah menggunakan sarang angin. Paling tidak itulah nilai yang saya serap dari Bima Sena ketika ia mencari Kayu Gung Susuhing Angin (Kayu besar tempat Angin bersarang)
Resep transformasi ala Bima Sena waktu itu adalah, jangan terlalu mendewakan logika, rumus, kamus dan dogma. Mengartikan Kayu Gung Susuhing Angin menjadi: kayu besar tempat angin bersarang adalah mekanisme leksikon yang bisa jadi menyesatkan kahidupan kita. Gunakanlah kecerdasan spiritual untuk mengolah setiap pesan dari para guru.
Kayu dalam bahasa jawa juga disebut kajeng. Kajeng sinonim dengan karep, karsa, kemauan, cita cita, intensi dan doa.
Gung, adalah tembung wod yang menghasilkan kata Agung yang arinya besar, akbar, subhan, great.
Susuhing Angin bila di Indonesiakan menjadi ; sarang angin , dalam bahasa spiritual berarti pusat pernapasan
Coba simak, apa yang ingin dikatakan Resi Drona pada murid kinasihnya Bima? ”Jika kamu memiliki cita cita (kajeng) yang besar (Agung), carilah itu lewat pusat pernapasanmu!”. Ajaran itu cukup bagi kita untuk memahami esensi olah napas, meditasi dan relaksasi. Dalam konteks pewayangan Resi Drona mengatakan kepada Bima, bahwa ia akan memenangkan perang baratayudha kalau ia bisa menemukan Kayu Gung Susuhing Angin. Itu sama artinya dengan mengatakan, “Heh Bima Sena, kalau kamu ingin menang dalam perang Baratayudha, berdoalah lebih dahulu sebelum kamu beranjak ke medan laga”
Ajakan memenangi peparangan terhadap musuh, saat ini tidak lagi kontekstual. Karena kita tahu bahwa sesungguhnya musuh terbesar manusia adalah dirinya sendiri, nafsu nafsu nya sendiri.
Kabar gembiranya adalah bahwa senjata penumpas yang sakti berupa ”Sarang Angin” sudah Anda punya sejak Anda memulai kehidupan ini. Cuma banyak diantara kita yang tidak tahu cara menggunakannya. Selamat bermeditasi.
Sumber: R Budi Sarwono
Ada masa masa ketika manusia terjebak pada konotasi leksikal. Apa yang didengar diterjemahkan apa adanya, seturut kehendak logika. Padahal sarang angin yang dimaksud oleh para guru spiritual adalah pusat pernapasan, sesuatu yang sudah ada dan menyatu di dalam diri kita. Pusat pernapasan yang lebih banyak terlupakan dari pada diingat. Itulah yang diminta oleh para guru untuk ditemukan. Selanjutnya, tentu saja untuk digunakan.
Loh, sarang angin kok digunakan? Benar. Kalau kita ingin sukses, bahagia, sehat lahir batin, pintar pintarlah menggunakan sarang angin. Paling tidak itulah nilai yang saya serap dari Bima Sena ketika ia mencari Kayu Gung Susuhing Angin (Kayu besar tempat Angin bersarang)
Resep transformasi ala Bima Sena waktu itu adalah, jangan terlalu mendewakan logika, rumus, kamus dan dogma. Mengartikan Kayu Gung Susuhing Angin menjadi: kayu besar tempat angin bersarang adalah mekanisme leksikon yang bisa jadi menyesatkan kahidupan kita. Gunakanlah kecerdasan spiritual untuk mengolah setiap pesan dari para guru.
Kayu dalam bahasa jawa juga disebut kajeng. Kajeng sinonim dengan karep, karsa, kemauan, cita cita, intensi dan doa.
Gung, adalah tembung wod yang menghasilkan kata Agung yang arinya besar, akbar, subhan, great.
Susuhing Angin bila di Indonesiakan menjadi ; sarang angin , dalam bahasa spiritual berarti pusat pernapasan
Coba simak, apa yang ingin dikatakan Resi Drona pada murid kinasihnya Bima? ”Jika kamu memiliki cita cita (kajeng) yang besar (Agung), carilah itu lewat pusat pernapasanmu!”. Ajaran itu cukup bagi kita untuk memahami esensi olah napas, meditasi dan relaksasi. Dalam konteks pewayangan Resi Drona mengatakan kepada Bima, bahwa ia akan memenangkan perang baratayudha kalau ia bisa menemukan Kayu Gung Susuhing Angin. Itu sama artinya dengan mengatakan, “Heh Bima Sena, kalau kamu ingin menang dalam perang Baratayudha, berdoalah lebih dahulu sebelum kamu beranjak ke medan laga”
Ajakan memenangi peparangan terhadap musuh, saat ini tidak lagi kontekstual. Karena kita tahu bahwa sesungguhnya musuh terbesar manusia adalah dirinya sendiri, nafsu nafsu nya sendiri.
Kabar gembiranya adalah bahwa senjata penumpas yang sakti berupa ”Sarang Angin” sudah Anda punya sejak Anda memulai kehidupan ini. Cuma banyak diantara kita yang tidak tahu cara menggunakannya. Selamat bermeditasi.
Sumber: R Budi Sarwono
MENCARI TIRTA
AMERTA ( AIR SUCI )
Keistimewaan lain
Bima adalah lambang kejujuran dan kesetiaan seorang murid kepada gurunya. Dorna
(guru) di mata Bima adalah manusia utama bermartabat baik, berilmu tinggi.
Karena itu kejujuran dan kesetiaan kepada guru dibuktikan ketika Bima
diperintahkan mencari Air Hidup (Tirta Amerta) di samudera selatan, suatu
lokasi yang amat terpencil dan mengerikan dengan gelombangnya yang ganas
bergulung gulung sebesar gunung anakan hingga tak seorang pun yang berani
menjamah tempat itu. Sebaliknya bagi Bima sedikit pun tak merasa gentar.
Diterjangnya gelombang dahsyat itu hingga mencapai tengah samudera. Di saat
itulah Bima dihadang seekor Naga bernama Nembur Nawa dan pertarungan hebat pun
terjadi yang berakhir dengan terbunuhnya sang penjaga samudera itu.
Keberhasilan menyingkirkan ular naga itu, melambangkan bahwa Bima bermasih
membunuh nafsu duniawi yang menghambat tujuan mendekatkan diri dengan Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Tetapi akibat perkelahian yang dahsya itu, Bima pun mengalami akibat fatal dilanda kelelahan yang amat sangat hingga tubuhnya timbul tenggelam tak berdaya. Hal ini melambangkan bahwa betapapun hebatnya manusia, namun ibarat sebutir beras di dalam karung menunjukkan betapa kecilnya manusia dibandingkan kebesaran Tuhan. Semua yang dimiliki, kekuatan, keperkasaan, ilmu pengetahuan yang dibanggakan untuk pemenuhan hasratnya masih sangat terbatas dibanding keakraban Maha Pencipta seru sekalian alam.
Di saat Bima hampir mati ditelan laut, tiba-tiba muncul seorang anak kecil yang baik bentuk maupun rupanya sama dengan sama Bima. Dialah Dewa Ruci atau Nawa Ruci. Bima yang heran ada anak kecil yang segala-galanya sama dengan dirinya bertanya: "Hai bocah cilik, rupamu kok sama denganku. Siapa engkau?"
Dewa Ruci: "Aku adalah Engkau dan Engkau adalah aku. Aku berada dalam dirimu. Tetapi karena matamu hanya digunakan untuk memandang yang jauh, menoleh ke belakang sedang dekatnya tak kau hiraukan, maka bersatu pun kau tak mengenal aku. Karena itu kenalilah dirimu. Dengan mengenal diri sendiri, kau akan mengenal pula sifat-sifatmu, kelebihan dan kekurangannya," ujarnya. Selanjutnya dalam wejangannya Dewa ruci mengatakanm bahwa siapa yang mengenal dirinya akan mengenal pula Tuhannya.
Tetapi dalam hal mengenal Tuhan, bukan seperti engkau melihat aku dengan jelas, sebab tidak ada manusia yang ma'rifat dengan Tuhan. Mengenal Tuhan hanya dengan kepercayaan dan bukti karyanya yang nyata.
Menurut ahli pikir (philisopher), dengan akal dan pikiran alam yang besar dan luar terdiri dari bumi, langsit, matahari, bulan dan berjuta-juta bintang, pasti ada yang menciptakan yaitu Tuhan. Karena alam termasuk manusia yang adanya diciptakan, maka sifatnya tidak sempurna. Sedang Tuhan yang menciptakan, maka sifatnya sempurna. Karena itu manusia tidak dapat melihat Tuhan dengan sempurna. Maka di saat itulah Bima mengenal dengan dirinya yang sejati guru yang mursid. Dengan demikian maka Bima adalah satu-satunya satria yang dapat manunggal dan mengenal dengan hidupnya.
Kemudian Bima bertanya mengenai air hidup yang sedang ia cari dan apa maksudnya. Dewa Ruci menerangkan, bahwa air itu hidup dan akan selalu hidup karena hidup adalah sala satu sifat Allah. Dialah yang memberi hidup kepada semua makhluk hidup yang kumelip hidup di dunia, karena dialah yang hidup langgeng dan dialah yang punya hidup. Tetapi untuk mengenal makna perlambangannya, Bima harus mengetahui rahasianya. Untuk itu Bima dipersilahkan masuk ke dalam tubuh Dewa Ruci melalui lubang telingannya yang kiri, tetapi tidak boleh hanya sukmanya, melainkan harus dengan badan jasad seutuhnya.
Bima bertanya mengapa harus masuk ke telinga kiri, apa bedanya telinga kiri dan yang kanan. Dewa Ruci menjawab, bahwa dalam jiwa manusia melekat noda-noda kotor dan nafsu angkara. Sedang Bima akan masuk ke suatu alam yang teramat suci tak ada titik noda sedikitpun. Karena itu harus masuk ke telinga kiri yang fungsinya membersihkan noda-noda kotoran tersebut.
Syaratnya Bima masuk ke dalam tubuh Dewa Ruci, tetapi sesungguhnya ia masuk ke alam gaib yang kosong melompong tiada suatu apa pun di sekitarnya, uwung-uwung masih suwung, awang -awang masih lengang, bumi langit tiada nampak yang dipijak tak bertanah, Di alam itulah Bima menyaksikan dan mendapat penerangan mengenai Sapta Alam dari mulai Alam Gaib sampai Alam Sempurna (Insan kamil). Maka di saat itulah Bima mengenal asal mula adanya hidup hingga akhir dari hidup dan kehidupan. Dengan demikian maka Bima adalah satu-satunya satria yang dapat manunggal dan mengenal dengan hidup dan kehidupannya.
Busana Bima antara lain, dodot kampuh bang bintulu berwarna merah, putih, hitam, dan kuning melambangkan bibitnya yang akan menjadi bumi langit dan isinya. Kuku Pancanaka, Panca= lima, Naka= landep, memperlambangkan bahwa Bima mampu menaklukkan nafsu Pancaindra, sehingga menjadikan kekuatan yang positif. Memakai gelang Chandra Kirana, Chandra= rupa, Kirana= bulan. Artinya ilmu pengetahuan itu laksana bulan sedang purnama dapat menentramkan hati dan bermanfaat bila digunakan secara benar. Anting-anting Pudak sinumpet, artinya Bima sudah mengenyam ilmu mangunngal tetapi tidak memperlihatkan diri kepada orang lain (menyombongkan diri) karena itu sekilas ia terlihat seperti orang dungu atau bodoh.
Tetapi akibat perkelahian yang dahsya itu, Bima pun mengalami akibat fatal dilanda kelelahan yang amat sangat hingga tubuhnya timbul tenggelam tak berdaya. Hal ini melambangkan bahwa betapapun hebatnya manusia, namun ibarat sebutir beras di dalam karung menunjukkan betapa kecilnya manusia dibandingkan kebesaran Tuhan. Semua yang dimiliki, kekuatan, keperkasaan, ilmu pengetahuan yang dibanggakan untuk pemenuhan hasratnya masih sangat terbatas dibanding keakraban Maha Pencipta seru sekalian alam.
Di saat Bima hampir mati ditelan laut, tiba-tiba muncul seorang anak kecil yang baik bentuk maupun rupanya sama dengan sama Bima. Dialah Dewa Ruci atau Nawa Ruci. Bima yang heran ada anak kecil yang segala-galanya sama dengan dirinya bertanya: "Hai bocah cilik, rupamu kok sama denganku. Siapa engkau?"
Dewa Ruci: "Aku adalah Engkau dan Engkau adalah aku. Aku berada dalam dirimu. Tetapi karena matamu hanya digunakan untuk memandang yang jauh, menoleh ke belakang sedang dekatnya tak kau hiraukan, maka bersatu pun kau tak mengenal aku. Karena itu kenalilah dirimu. Dengan mengenal diri sendiri, kau akan mengenal pula sifat-sifatmu, kelebihan dan kekurangannya," ujarnya. Selanjutnya dalam wejangannya Dewa ruci mengatakanm bahwa siapa yang mengenal dirinya akan mengenal pula Tuhannya.
Tetapi dalam hal mengenal Tuhan, bukan seperti engkau melihat aku dengan jelas, sebab tidak ada manusia yang ma'rifat dengan Tuhan. Mengenal Tuhan hanya dengan kepercayaan dan bukti karyanya yang nyata.
Menurut ahli pikir (philisopher), dengan akal dan pikiran alam yang besar dan luar terdiri dari bumi, langsit, matahari, bulan dan berjuta-juta bintang, pasti ada yang menciptakan yaitu Tuhan. Karena alam termasuk manusia yang adanya diciptakan, maka sifatnya tidak sempurna. Sedang Tuhan yang menciptakan, maka sifatnya sempurna. Karena itu manusia tidak dapat melihat Tuhan dengan sempurna. Maka di saat itulah Bima mengenal dengan dirinya yang sejati guru yang mursid. Dengan demikian maka Bima adalah satu-satunya satria yang dapat manunggal dan mengenal dengan hidupnya.
Kemudian Bima bertanya mengenai air hidup yang sedang ia cari dan apa maksudnya. Dewa Ruci menerangkan, bahwa air itu hidup dan akan selalu hidup karena hidup adalah sala satu sifat Allah. Dialah yang memberi hidup kepada semua makhluk hidup yang kumelip hidup di dunia, karena dialah yang hidup langgeng dan dialah yang punya hidup. Tetapi untuk mengenal makna perlambangannya, Bima harus mengetahui rahasianya. Untuk itu Bima dipersilahkan masuk ke dalam tubuh Dewa Ruci melalui lubang telingannya yang kiri, tetapi tidak boleh hanya sukmanya, melainkan harus dengan badan jasad seutuhnya.
Bima bertanya mengapa harus masuk ke telinga kiri, apa bedanya telinga kiri dan yang kanan. Dewa Ruci menjawab, bahwa dalam jiwa manusia melekat noda-noda kotor dan nafsu angkara. Sedang Bima akan masuk ke suatu alam yang teramat suci tak ada titik noda sedikitpun. Karena itu harus masuk ke telinga kiri yang fungsinya membersihkan noda-noda kotoran tersebut.
Syaratnya Bima masuk ke dalam tubuh Dewa Ruci, tetapi sesungguhnya ia masuk ke alam gaib yang kosong melompong tiada suatu apa pun di sekitarnya, uwung-uwung masih suwung, awang -awang masih lengang, bumi langit tiada nampak yang dipijak tak bertanah, Di alam itulah Bima menyaksikan dan mendapat penerangan mengenai Sapta Alam dari mulai Alam Gaib sampai Alam Sempurna (Insan kamil). Maka di saat itulah Bima mengenal asal mula adanya hidup hingga akhir dari hidup dan kehidupan. Dengan demikian maka Bima adalah satu-satunya satria yang dapat manunggal dan mengenal dengan hidup dan kehidupannya.
Busana Bima antara lain, dodot kampuh bang bintulu berwarna merah, putih, hitam, dan kuning melambangkan bibitnya yang akan menjadi bumi langit dan isinya. Kuku Pancanaka, Panca= lima, Naka= landep, memperlambangkan bahwa Bima mampu menaklukkan nafsu Pancaindra, sehingga menjadikan kekuatan yang positif. Memakai gelang Chandra Kirana, Chandra= rupa, Kirana= bulan. Artinya ilmu pengetahuan itu laksana bulan sedang purnama dapat menentramkan hati dan bermanfaat bila digunakan secara benar. Anting-anting Pudak sinumpet, artinya Bima sudah mengenyam ilmu mangunngal tetapi tidak memperlihatkan diri kepada orang lain (menyombongkan diri) karena itu sekilas ia terlihat seperti orang dungu atau bodoh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar